Protes Mahasiswa Kendari: Desakan Pengesahan RUU Perampasan Aset Berujung Duduki Ruang Rapat DPRD Sultra

Sejumlah mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), melakukan aksi protes besar-besaran dengan menduduki ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra. Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap kelambanan proses pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang dinilai penting untuk memberantas korupsi dan tindak pidana lainnya secara lebih efektif.

Latar Belakang Aksi: Kekecewaan atas Kelambatan Legislasi

Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kendari turun ke jalan dan langsung menuju gedung DPRD Sultra. Mereka menilai bahwa RUU Perampasan Aset telah lama terhenti tanpa kejelasan, padahal undang-undang ini memiliki potensi besar dalam mengembalikan kekayaan negara yang hilang akibat korupsi, pencucian uang, dan kejahatan finansial lainnya.

Dalam orasinya, perwakilan mahasiswa menyatakan bahwa aset hasil kejahatan sering kali sulit disita secara hukum karena kerangka hukum yang belum memadai. Oleh karena itu, pengesahan RUU ini menjadi penting sebagai instrumen hukum yang kuat untuk memastikan keadilan restoratif.

Apa Itu RUU Perampasan Aset?

RUU Perampasan Aset adalah rancangan undang-undang yang bertujuan memberikan kewenangan lebih besar kepada negara untuk menyita aset yang berasal dari tindak pidana, terutama korupsi, tanpa harus menunggu putusan pengadilan pidana. Ini dikenal juga sebagai confiscation without conviction atau perampasan tanpa pemidanaan.

Beberapa poin penting dari RUU ini meliputi:

  • Pemberian wewenang kepada aparat penegak hukum untuk membekukan dan menyita aset yang dicurigai berasal dari tindak pidana.
  • Proses hukum perdata yang memungkinkan negara membuktikan asal-usul aset secara terpisah dari proses pidana.
  • Pemanfaatan aset yang disita untuk kesejahteraan rakyat atau pembiayaan pembangunan.
  • Kerja sama lintas lembaga seperti KPK, Kejaksaan, Polri, dan PPATK dalam pelacakan dan penyitaan aset.

Mengapa Mahasiswa Turun ke Jalan?

Mahasiswa merasa bahwa keterlambatan pengesahan RUU ini mencerminkan kurangnya komitmen politik dari para wakil rakyat. Mereka menilai bahwa kekayaan negara yang seharusnya bisa dikembalikan senilai triliunan rupiah terus menguap karena regulasi yang belum final.

“Kami tidak hanya meminta keadilan, tapi juga kepastian hukum. Aset hasil korupsi harus dikembalikan ke rakyat, bukan terus dinikmati oleh pelaku kejahatan,” tegas salah satu koordinator aksi.

Duduknya mahasiswa di ruang rapat DPRD menjadi simbol kekecewaan mendalam terhadap lembaga legislatif yang dianggap tidak responsif terhadap tuntutan publik.

Dampak dan Tuntutan Strategis

Aksi ini bukan sekadar demonstrasi biasa, melainkan bagian dari gerakan moral untuk mendorong reformasi hukum. Mahasiswa menuntut:

  1. Akselerasi pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset di tingkat nasional dan daerah.
  2. Transparansi proses legislasi dari DPRD Sultra dan DPR RI.
  3. Komitmen lembaga penegak hukum untuk mengimplementasikan sistem perampasan aset secara adil dan akuntabel.

Para pengamat hukum menilai bahwa RUU ini, jika disahkan, akan menjadi terobosan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, sejalan dengan praktik negara-negara maju seperti Inggris dan Australia yang telah menerapkan sistem serupa.

Kesimpulan: Momentum Reformasi Hukum Harus Dimanfaatkan

Aksi mahasiswa Sultra bukan hanya soal tekanan politik, tetapi juga cerminan kesadaran generasi muda terhadap pentingnya keadilan hukum dan akuntabilitas aset negara. Pengesahan RUU Perampasan Aset bisa menjadi langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.

Dengan tekanan dari berbagai pihak, termasuk gerakan mahasiswa, diharapkan DPR dan pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menuntaskan RUU ini tanpa kompromi.

References

Akses AI Gratis di https://modeluxai.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini